BERBAGAI KEBIJAKAN LANGSUNG DIAMBIL oleh pemerintah untuk
menghadapi pandemi covid 19 agar situasi dan kondisi tetap stabil dan kondusif.
Salah satu kebijakan yang diambil adalah dengan memberlakukan WFH, tetap
tinggal di rumah, physical distancing
dan menghindari kerumunan.
Diakui ataupun tidak, kebijakan ini telah menyebabkan lumpuhnya kegiatan ekonomi masyarakat, tak terkecuali masyarakat Desa. Apalagi pekerjaan mayoritas masyarakat Desa adalah bertani, berkebun, mencari ikan, menjadi kuli bangunan dan pekerjaan fisik lainnya yang tidak bisa dikerjakan dari rumah. Kebijakan ini jelas menjadi pukulan berat bagi masyarakat desa yang sebagian besar menggantungkan hidupnya dari pekerjaan fisik yang tidak bisa dikerjakan dari rumah. Jika pemerintah tidak hati-hati dalam menetapkan kebijakan WFH ini, maka bisa jadi akan banyak warga desa yang kehilangan pekerjaan, mata pencaharian, pendapatan bahkan bisa kehilangan nyawa karena kelaparan dan tidak bisa berobat.
Melihat dampak yang begitu dahsyat dari kebijakan pemerintah
dalam memutus mata rantai penularan covid 19 tersebut, terutama bagi masyarakat
Desa, maka Pemerintah mengambil langkah-langkah preventive dengan memberikan jaring pengaman sosial bagi masyarakat
Desa yang terdampak virus corona melalui Bantuan Langsung Tunai Dana Desa
(BLT-DD). Kebijakan ini kemudian direspon oleh berbagai kementrian yang terkait
dengan Desa dan Dana Desa, seperti kementrian Desa PDTT, Kementrian Dalam
Negeri, Kementrian Keuangan serta beberapa kementrian terkait lainnya.
Dengan mengacu kepada Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2O2O tentang Kebijakan Keuangan
Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus
Disease 2019 (Covid 19) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang
membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan, maka
kementrian yang terkait dengan dana desa kemudian menerbitkan regulasi sebagai
payung hukum kebijakan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa atau BLT-DD.
Kementrian Desa
segera merespon kebijakan BLT dengan menerbitkan Permendes nomor 6 tahun 2020
tentang perubahan atas Permendesa PDTT nomor 11 tahun 2019 tentang prioritas
penggunaan dana Desa tahun 2020, yang intinya memberikan ruang bagi Desa untuk
mengalokasikan sebagian Dana Desa-nya untuk kegiatan Bantuan Langsung Tunai
(BLT-DD). Kementrian Keuangan kemudian memperkuat dengan PMK Nomor 40 yang
mengatur tentang pengelolaan Dana Desa, yang intinya mewajibkan semua Desa
untuk menganggarkan Dana Desa untuk BLT. Jika ada Desa yang tidak menganggarkan
DD untuk BLT, maka akan diberikan sanksi tegas mulai dari pemotongan sebesar 50
persen untuk penyaluran Dana Desa tahap berikutnya bagi desa yang berstatus
mandiri hingga penghentian penyaluran Dana Desa Tahap III. Hal tersebut
tertuang dalam pasal 47 A PMK 40 2020.
Kebijakan perubahan penggunaan Dana Desa tersebut sebenarnya
mempunyai maksud dan tujuan mulia, yaitu untuk memberikan jaring pengaman
sosial bagi masyarakat Desa yang terdampak pandemi virus Corona. Diakui ataupun
tidak, banyak masyarakat Desa yang terdampak akibat pandemi virus corona ini,
mulai dari berkurangnya pendapatan, kehilangan pekerjaan, PHK, hilangnya mata
pencaharian bahkan kehilangan pendapatan. Persoalan ini akan menyebabkan
kemiskinan, pengangguran, gizi buruk, stunting, anak putus sekolah bahkan juga
sakit jiwa.
Pemerintah sudah tepat mengeluarkan kebijakan BLT ini
sebagai bentuk tanggungjawab melindungi segenap bangsa Indonesia. Namun
demikian, karena BLT terkait dengan masalah perut dan pendapatan, maka
kebijakan ini perlu dikoordinasikan dan sinkronisasikan dengan seluruh stakeholder terkait agar segera bisa
terealisasi dan tidak menuai polemik di masyarakat. Seperti diketahui bersama
bahwa perubahan kebijakan pemerintah pusat juga membutuhkan perubahan regulasi
di tingkat daerah, seperti perubahan Perbub dan juga Perdes APBDES. Padahal,
perubahan Perbub pengelolaan keuangan desa, alokasi dana desa serta ADD juga
membutuhkan waktu yang tidak sebentar karena harus melibatkan beberapa pihak.
Setelah ada perubahan Perbub, maka di tingkat Desa juga harus ada perubahan
APBDES yang tentunya didahului dengan Musdes. Perubahan ini juga perlu
disosialisasikan kepada masyarakat Desa agar mereka mengetahui bahwa ada
perubahan APBDES yang disebabkan oleh perubahan kebijakan pemerintah pusat
akibat Bencana dan Kejadian luar biasa. Ini semua juga membutuhkan waktu yang
tidak sebentar.
Selain masalah perubahan regulasi, Pelaksanaan BLT Dana Desa
juga memerlukan koordinasi lintas sektoral terkait dengan siapa yang berhak
menerima BLT ini. Kementrian Desa PDTT telah memberikan rambu-rambu agar BLT
ini tepat sasaran serta tidak tumpang tindih
dengan bantuan-bantuan lainnya seperti PKH, BPNT, Kartu pra kerja dan
bantuan maupun jaring pengaman sosial lainnya. Kriteria penerima BLT Dana Desa
adalah Warga yang masuk 14 (empat belas) kategori yang digunakan Kemensos dan
memenuhi minimal 9 indikator, Warga desa yang berdomisili di desa dibuktikan
dengan KTP atau
Warga desa yang tinggal di rantau
dan mudik yang kena PHK atau kehilangan pekerjaan, Warga yang belum menerima
manfaat berbagai kebijakan pemerintah terkait dengan Jaring Pengaman
Sosial.
Rambu-rambu ini kemudian didetailkan dengan Juknis penerima
BLT. Dalam Juknis tersebut dijelaskan bahwa yang berhak menerima BLT-DD ini
adalah sebagai berikut:
1.
Keluarga miskin yang terdapat dalam data terpadu
kesejahteraan sosial (DTKS) yang kehilangan mata pencaharian, terdapat anggota
keluarga berpenyakit kronis, non PKH, non BPNT dan non kartu prakerja;
2.
Jika ada orang miskin namun belum masuk DTKS dengan
kriteria tersebut di atas, maka tetap menerima BLT DD. Selanjutnya data
penerima BLT DD yang baru dapat diusulkan masuk dalam pemutakhiran DTKS sesuai
dengan aturan yang berlaku.
3.
Calon penerima BLT DD harus memiliki nomor Induk
Kependudukan (NIK);
4.
Dokumen hasil pendataan dibahas dalam Musyawarah Desa
Khusus untuk validasi, finalisasi dan penetapan calon penerima BLT DD yang
dituangkan dalam berita acara dan ditandatangani oleh Kepala Desa bersama BPD;
5.
Dokumen yang sudah ditandatangani disampaikan kepada
Bupati/walikota untuk mendapatkan pengesahan, hal mana pengesahan dapat pula
didegelegasikan kepada camat;
6.
Penyaluran BLT-DD bisa dilakukan dengan tunai dan non
tunai sebagaimana telah diatur oleh Bupati/walikota.
Melihat juknis ini, maka seluruh stakeholder di semua tingkatan perlu bergerak cepat, agar kebijakan
mulia ini benar-benar bisa direalisasikan pada bulan April ini. Di Permendes 20
juga dijelaskan bahwa BLT DD dimulai dari bulan April sampai Juni dengan
nominal 600.000,- per KK. Jika semua stakeholder
tidak bergerak cepat, maka hak masyarakat Desa yang terkena dampak virus corona
akan hilang. Mengingat hal ini terkait dengan hajat hidup orang banyak, maka
seluruh stakeholder di semua
tingkatan perlu bekerja keras tanpa kenal lelah.
Pemerintah Kabupaten perlu segera merespon regulasi serta
persyaratan yang telah ditetapkan dalam Permendesa Nomor 6 Tahun 2020 dan
Juknis BLT dengan mengeluarkan regulasi
turunannya. Bupati perlu segera mengeluarkan Perbub tentang Perubahan
Pengelolaan Keuangan Desa, Alokasi DD dan ADD agar segera bisa ditindaklanjuti
oleh Desa. Namun demikian, perlu dicatat bahwa tindaklanjut pasca ada perubahan
regulasi di level Kabupaten masih membutuhkan waktu yang tidak sebentar karena
perubahan di tingkat Desa juga ada prosedur yang harus dilalui.
Perlu langkah-langkah taktis, strategis dan progresif agar
kebijakan BLT ini bisa segera direalisasikan oleh Desa, misalnya dengan
melakukan pendataan terlebih dahulu meskipun Perbub perubahan pengelolaan
keuangan desa dan alokasi DD belum disyahkan, melakukan kroscek data kepada
beberapa pihak, seperti data kemiskinan ke Dinas Sosial untuk melihat data
orang miskin yang sudah dan belum mendapatkan bantuan, berkoordinasi dengan
Dinas Kesehatan untuk mengetahui masyarakat yang mempunyai penyakit
kronis/menahun, berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja untuk mengetahui siapa
yang sudah mempunyai kartu pra kerja dan siapa yang belum serta dinas-dinas
lain yang terkait. Langkah-langkah tersebut jelas akan sangat bermanfaat untuk
menentukan calon penerima BLT-DD.
Meskipun
pendataan sudah dilakukan dengan melakukan singkronisasi data dari berbagai
dinas, namun faktanya tetap masih banyak masalah di lapangan, seperti data
orang miskin di beberapa desa sudah tidak bisa memenuhi minimal 9 kriteria dari
14 indikator yang telah ditetapkan oleh Kementrian Sosial, banyaknya orang yang
kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian saat terjadi pandemi corona yang
ingin mendapatkan BLT serta tidak adanya data yang dimiliki oleh Dinas Tenaga
Kerja Kabupaten dan Propinsi terkait dengan kartu pra kerja.
Menghadapi situasi dan kondisi seperti ini, maka dibutuhkan
langkah-langkah taktis-strategis agar BLT tetap bisa dibagiakan pada bulan
April, seperti melakukan sinkronisasi dan pelacakan data dari semua penjuru
yang bisa memberikan informasi serta melakukan konsultasi dengan berbagai
pihak, seperti Ditjen PPMD Kementrian Desa, melakukan interpretasi dan
mengambil kebijakan yang sesuai dengan situasi dan kondisi lokal serta
berkoordinasi dengan lembaga pemeriksa internal APIP agar kebijakan yang
diambil tidak menjadi temuan di kemudian hari. Berbagai langkah progresif
tersebut perlu mendapatkan dukungan dari semua pihak , termasuk juga dari TPP
yang bekerja siang dan malam demi suksesnya BLT-DD ini.
Masalah tidak hanya berhenti di sini, karena pelaksanaan BLT
belum dilaksanakan di lapangan. Masalah juga mungkin akan berlanjut sampai ke
wilayah teknis implementasi bahkan bisa jadi terjadi konflik kepentingan (conflict of interest).
Meskipun sudah didata oleh petugas serta di Musdes-kan secara khusus, namun faktanya hampir setiap kali ada kebijakan BLT, maka terjadi komplain dari masyarakat Desa, mulai dari masalah pendataan calon penerima BLT yang tidak jujur dan tidak transparan, penerima BLT lebih mementingkan anggota keluarga dan teman dekat aparat, BLT tidak tepat sasaran karena ada keluarga mampu yang masih ikut menerima sampai ada oknum nakal yang akan memanfaatkan BLT DD untuk kepentingan pribadi maupun keluarga.
Meskipun sudah didata oleh petugas serta di Musdes-kan secara khusus, namun faktanya hampir setiap kali ada kebijakan BLT, maka terjadi komplain dari masyarakat Desa, mulai dari masalah pendataan calon penerima BLT yang tidak jujur dan tidak transparan, penerima BLT lebih mementingkan anggota keluarga dan teman dekat aparat, BLT tidak tepat sasaran karena ada keluarga mampu yang masih ikut menerima sampai ada oknum nakal yang akan memanfaatkan BLT DD untuk kepentingan pribadi maupun keluarga.
Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut, maka perlu adanya
pemantauan, advokasi dan juga pengawasan terkait dengan pelaksanaan BLT DD ini,
mulai dari pencermatan regulasi, pendataan, pelaksanaan sampai dengan SPJ yang
dilakukan. Semuanya ini tentu membutuhkan partisipasi dari semua elemen
masyarakat, terutama media, LSM, TPP, mahasiswa, tokoh masyarakat maupun
aparatur keamanan agar pelaksanaan BLT-DD ini berjalan dengan baik dan
transparan. Dengan kontrol dan pengawasan yang baik, maka mekanisme pelaksanaan
BLT-DD, mulai dari rehgulasi, pendataan, verifikasi, musdes khusus, mekanisme
pembagian sampai SPJ bisa berjalan dengan baik, transparan, akuntabel,
partisipatif dan tentunya demokratis.
Salah satu usaha agar masyarakat bisa melakukan kontrol
positif terhadap pelaksanaan BLT-DD adalah dengan melakukan advokasi, edukasi
tentang kebijakan dan hak dan kewajiban sebagai warga masyarakat, sosialisasi
mengenai kebijakan dan tahapan kepada masyarakat, pemberian informasi pengaduan
dan jaminan keamanan serta kepastian hukum. Setiap desa wajib ada informasi
pengaduan yang bisa diakses oleh masyarakat secara mudah, nyaman dan aman agar
masyarakat mempunyai kesadaran untuk memantau dan mensukseskan program BLT ini.
Dengan cara-cara seperti ini, maka pelaksanaan BLT akan tepat sasaran serta
bisa benar-benar memberikan kemanfaatan dan kemaslahatan bagi masyarakat yang
paling berdampak serta paling membutuhkan.
KHOIRUL ANAM
Penulis adalah Tenaga Ahli Madya Penanganan Pengaduan dan Masalah (TAM PPM
DIY) pada Kementrian Desa PDTT, tinggal di Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar