Senin, 25 Mei 2020

BLT DANA DESA: MASALAH DAN SOLUSINYA


BERBAGAI KEBIJAKAN LANGSUNG DIAMBIL oleh pemerintah untuk menghadapi pandemi covid 19 agar situasi dan kondisi tetap stabil dan kondusif. Salah satu kebijakan yang diambil adalah dengan memberlakukan WFH, tetap tinggal di rumah, physical distancing dan menghindari kerumunan. 


Diakui ataupun tidak, kebijakan ini telah menyebabkan lumpuhnya kegiatan ekonomi masyarakat, tak terkecuali masyarakat Desa. Apalagi pekerjaan mayoritas masyarakat Desa adalah bertani, berkebun, mencari ikan, menjadi kuli bangunan dan pekerjaan fisik lainnya yang tidak bisa dikerjakan dari rumah. Kebijakan ini jelas menjadi pukulan berat bagi masyarakat desa yang sebagian besar menggantungkan hidupnya dari pekerjaan fisik yang tidak bisa dikerjakan dari rumah. Jika pemerintah tidak hati-hati dalam menetapkan kebijakan WFH ini, maka bisa jadi akan banyak warga desa yang kehilangan pekerjaan, mata pencaharian, pendapatan bahkan bisa kehilangan nyawa karena kelaparan dan tidak bisa berobat.  

Melihat dampak yang begitu dahsyat dari kebijakan pemerintah dalam memutus mata rantai penularan covid 19 tersebut, terutama bagi masyarakat Desa, maka Pemerintah mengambil langkah-langkah preventive dengan memberikan jaring pengaman sosial bagi masyarakat Desa yang terdampak virus corona melalui Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD). Kebijakan ini kemudian direspon oleh berbagai kementrian yang terkait dengan Desa dan Dana Desa, seperti kementrian Desa PDTT, Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Keuangan serta beberapa kementrian terkait lainnya. 
Dengan mengacu kepada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2O2O tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan, maka kementrian yang terkait dengan dana desa kemudian menerbitkan regulasi sebagai payung hukum kebijakan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa atau BLT-DD. 

Kementrian Desa segera merespon kebijakan BLT dengan menerbitkan Permendes nomor 6 tahun 2020 tentang perubahan atas Permendesa PDTT nomor 11 tahun 2019 tentang prioritas penggunaan dana Desa tahun 2020, yang intinya memberikan ruang bagi Desa untuk mengalokasikan sebagian Dana Desa-nya untuk kegiatan Bantuan Langsung Tunai (BLT-DD). Kementrian Keuangan kemudian memperkuat dengan PMK Nomor 40 yang mengatur tentang pengelolaan Dana Desa, yang intinya mewajibkan semua Desa untuk menganggarkan Dana Desa untuk BLT. Jika ada Desa yang tidak menganggarkan DD untuk BLT, maka akan diberikan sanksi tegas mulai dari pemotongan sebesar 50 persen untuk penyaluran Dana Desa tahap berikutnya bagi desa yang berstatus mandiri hingga penghentian penyaluran Dana Desa Tahap III. Hal tersebut tertuang dalam pasal 47 A PMK 40 2020. 

Kebijakan perubahan penggunaan Dana Desa tersebut sebenarnya mempunyai maksud dan tujuan mulia, yaitu untuk memberikan jaring pengaman sosial bagi masyarakat Desa yang terdampak pandemi virus Corona. Diakui ataupun tidak, banyak masyarakat Desa yang terdampak akibat pandemi virus corona ini, mulai dari berkurangnya pendapatan, kehilangan pekerjaan, PHK, hilangnya mata pencaharian bahkan kehilangan pendapatan. Persoalan ini akan menyebabkan kemiskinan, pengangguran, gizi buruk, stunting, anak putus sekolah bahkan juga sakit jiwa.
Pemerintah sudah tepat mengeluarkan kebijakan BLT ini sebagai bentuk tanggungjawab melindungi segenap bangsa Indonesia. Namun demikian, karena BLT terkait dengan masalah perut dan pendapatan, maka kebijakan ini perlu dikoordinasikan dan sinkronisasikan dengan seluruh stakeholder terkait agar segera bisa terealisasi dan tidak menuai polemik di masyarakat. Seperti diketahui bersama bahwa perubahan kebijakan pemerintah pusat juga membutuhkan perubahan regulasi di tingkat daerah, seperti perubahan Perbub dan juga Perdes APBDES. Padahal, perubahan Perbub pengelolaan keuangan desa, alokasi dana desa serta ADD juga membutuhkan waktu yang tidak sebentar karena harus melibatkan beberapa pihak. Setelah ada perubahan Perbub, maka di tingkat Desa juga harus ada perubahan APBDES yang tentunya didahului dengan Musdes. Perubahan ini juga perlu disosialisasikan kepada masyarakat Desa agar mereka mengetahui bahwa ada perubahan APBDES yang disebabkan oleh perubahan kebijakan pemerintah pusat akibat Bencana dan Kejadian luar biasa. Ini semua juga membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Selain masalah perubahan regulasi, Pelaksanaan BLT Dana Desa juga memerlukan koordinasi lintas sektoral terkait dengan siapa yang berhak menerima BLT ini. Kementrian Desa PDTT telah memberikan rambu-rambu agar BLT ini tepat sasaran serta tidak tumpang tindih dengan bantuan-bantuan lainnya seperti PKH, BPNT, Kartu pra kerja dan bantuan maupun jaring pengaman sosial lainnya. Kriteria penerima BLT Dana Desa adalah Warga yang masuk 14 (empat belas) kategori yang digunakan Kemensos dan memenuhi minimal 9 indikator, Warga desa yang berdomisili di desa dibuktikan dengan KTP atau
Warga desa yang tinggal di rantau dan mudik yang kena PHK atau kehilangan pekerjaan, Warga yang belum menerima manfaat berbagai kebijakan pemerintah terkait dengan Jaring Pengaman Sosial.  
Rambu-rambu ini kemudian didetailkan dengan Juknis penerima BLT. Dalam Juknis tersebut dijelaskan bahwa yang berhak menerima BLT-DD ini adalah sebagai berikut:
1.      Keluarga miskin yang terdapat dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) yang kehilangan mata pencaharian, terdapat anggota keluarga berpenyakit kronis, non PKH, non BPNT dan non kartu prakerja;
2.      Jika ada orang miskin namun belum masuk DTKS dengan kriteria tersebut di atas, maka tetap menerima BLT DD. Selanjutnya data penerima BLT DD yang baru dapat diusulkan masuk dalam pemutakhiran DTKS sesuai dengan aturan yang berlaku.
3.      Calon penerima BLT DD harus memiliki nomor Induk Kependudukan (NIK);
4.      Dokumen hasil pendataan dibahas dalam Musyawarah Desa Khusus untuk validasi, finalisasi dan penetapan calon penerima BLT DD yang dituangkan dalam berita acara dan ditandatangani oleh Kepala Desa bersama BPD;
5.      Dokumen yang sudah ditandatangani disampaikan kepada Bupati/walikota untuk mendapatkan pengesahan, hal mana pengesahan dapat pula didegelegasikan kepada camat; 
6.      Penyaluran BLT-DD bisa dilakukan dengan tunai dan non tunai sebagaimana telah diatur oleh Bupati/walikota.

Melihat juknis ini, maka seluruh stakeholder di semua tingkatan perlu bergerak cepat, agar kebijakan mulia ini benar-benar bisa direalisasikan pada bulan April ini. Di Permendes 20 juga dijelaskan bahwa BLT DD dimulai dari bulan April sampai Juni dengan nominal 600.000,- per KK. Jika semua stakeholder tidak bergerak cepat, maka hak masyarakat Desa yang terkena dampak virus corona akan hilang. Mengingat hal ini terkait dengan hajat hidup orang banyak, maka seluruh stakeholder di semua tingkatan perlu bekerja keras tanpa kenal lelah. 
Pemerintah Kabupaten perlu segera merespon regulasi serta persyaratan yang telah ditetapkan dalam Permendesa Nomor 6 Tahun 2020 dan Juknis  BLT dengan mengeluarkan regulasi turunannya. Bupati perlu segera mengeluarkan Perbub tentang Perubahan Pengelolaan Keuangan Desa, Alokasi DD dan ADD agar segera bisa ditindaklanjuti oleh Desa. Namun demikian, perlu dicatat bahwa tindaklanjut pasca ada perubahan regulasi di level Kabupaten masih membutuhkan waktu yang tidak sebentar karena perubahan di tingkat Desa juga ada prosedur yang harus dilalui. 
Perlu langkah-langkah taktis, strategis dan progresif agar kebijakan BLT ini bisa segera direalisasikan oleh Desa, misalnya dengan melakukan pendataan terlebih dahulu meskipun Perbub perubahan pengelolaan keuangan desa dan alokasi DD belum disyahkan, melakukan kroscek data kepada beberapa pihak, seperti data kemiskinan ke Dinas Sosial untuk melihat data orang miskin yang sudah dan belum mendapatkan bantuan, berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan untuk mengetahui masyarakat yang mempunyai penyakit kronis/menahun, berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja untuk mengetahui siapa yang sudah mempunyai kartu pra kerja dan siapa yang belum serta dinas-dinas lain yang terkait. Langkah-langkah tersebut jelas akan sangat bermanfaat untuk menentukan calon penerima BLT-DD.
Meskipun pendataan sudah dilakukan dengan melakukan singkronisasi data dari berbagai dinas, namun faktanya tetap masih banyak masalah di lapangan, seperti data orang miskin di beberapa desa sudah tidak bisa memenuhi minimal 9 kriteria dari 14 indikator yang telah ditetapkan oleh Kementrian Sosial, banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian saat terjadi pandemi corona yang ingin mendapatkan BLT serta tidak adanya data yang dimiliki oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten dan Propinsi terkait dengan kartu pra kerja.
Menghadapi situasi dan kondisi seperti ini, maka dibutuhkan langkah-langkah taktis-strategis agar BLT tetap bisa dibagiakan pada bulan April, seperti melakukan sinkronisasi dan pelacakan data dari semua penjuru yang bisa memberikan informasi serta melakukan konsultasi dengan berbagai pihak, seperti Ditjen PPMD Kementrian Desa, melakukan interpretasi dan mengambil kebijakan yang sesuai dengan situasi dan kondisi lokal serta berkoordinasi dengan lembaga pemeriksa internal APIP agar kebijakan yang diambil tidak menjadi temuan di kemudian hari. Berbagai langkah progresif tersebut perlu mendapatkan dukungan dari semua pihak , termasuk juga dari TPP yang bekerja siang dan malam demi suksesnya BLT-DD ini.
Masalah tidak hanya berhenti di sini, karena pelaksanaan BLT belum dilaksanakan di lapangan. Masalah juga mungkin akan berlanjut sampai ke wilayah teknis implementasi bahkan bisa jadi terjadi konflik kepentingan (conflict of interest).
Meskipun sudah didata oleh petugas serta di Musdes-kan secara khusus, namun faktanya hampir setiap kali ada kebijakan BLT, maka terjadi komplain dari masyarakat Desa, mulai dari masalah pendataan calon penerima BLT yang tidak jujur dan tidak transparan, penerima BLT lebih mementingkan anggota keluarga dan teman dekat aparat, BLT tidak tepat sasaran karena ada keluarga mampu yang masih ikut menerima sampai ada oknum nakal yang akan memanfaatkan BLT DD untuk kepentingan pribadi maupun keluarga.
Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut, maka perlu adanya pemantauan, advokasi dan juga pengawasan terkait dengan pelaksanaan BLT DD ini, mulai dari pencermatan regulasi, pendataan, pelaksanaan sampai dengan SPJ yang dilakukan. Semuanya ini tentu membutuhkan partisipasi dari semua elemen masyarakat, terutama media, LSM, TPP, mahasiswa, tokoh masyarakat maupun aparatur keamanan agar pelaksanaan BLT-DD ini berjalan dengan baik dan transparan. Dengan kontrol dan pengawasan yang baik, maka mekanisme pelaksanaan BLT-DD, mulai dari rehgulasi, pendataan, verifikasi, musdes khusus, mekanisme pembagian sampai SPJ bisa berjalan dengan baik, transparan, akuntabel, partisipatif dan tentunya demokratis.
Salah satu usaha agar masyarakat bisa melakukan kontrol positif terhadap pelaksanaan BLT-DD adalah dengan melakukan advokasi, edukasi tentang kebijakan dan hak dan kewajiban sebagai warga masyarakat, sosialisasi mengenai kebijakan dan tahapan kepada masyarakat, pemberian informasi pengaduan dan jaminan keamanan serta kepastian hukum. Setiap desa wajib ada informasi pengaduan yang bisa diakses oleh masyarakat secara mudah, nyaman dan aman agar masyarakat mempunyai kesadaran untuk memantau dan mensukseskan program BLT ini. Dengan cara-cara seperti ini, maka pelaksanaan BLT akan tepat sasaran serta bisa benar-benar memberikan kemanfaatan dan kemaslahatan bagi masyarakat yang paling berdampak serta paling membutuhkan.  

KHOIRUL ANAM
Penulis adalah Tenaga Ahli Madya Penanganan Pengaduan dan Masalah (TAM PPM DIY) pada Kementrian Desa PDTT, tinggal di Yogyakarta.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar