Sabtu, 05 Oktober 2019

TIMOR TENGAH UTARA SAUDARA SEBANGSA SETANAH AIR

KABUPATEN Timor Tengah Utara Propinsi Nusa Tenggara Timur adalah kabupaten berada di wilayah Republik Indonesia yang  berdekatan dengan wilayah Negara Timor Leste beribu kota di Kefamenanu. Jadi ketika saat tiba di Kupang dan bermaksud untuk meneruskan perjalanan ke TTU masyarakat biasa untuk menyebut  kabupaten Timor Tengah Utara dan sopir travel akan mengatakan bahwa tujuan yang dimaksud adalah ke Kefa.

Kabupaten TTU bukan lagi termasuk daerah yang berusia muda atau bahkan dewasa tetapi sudah dapat dikatakan berusia hampir sama dengan berdirinya republik ini yaitu berdasar  UU No. 69/ 1958 dengan tanggal peresmian 9 Agustus 1958. Di Kefamenanu kita akan menjumpai berbagai asal penduduk yang tinggal, ada dari Jawa,Bali dan berbagai pulau yang ribuan kilo dari TTU, kebetulan saat makan malam pemilik warung ikan bakar mengatakan bahwa berasal dari Gunung Kidul Yogyakarta... waow jauh. Kabupaten ini memiliki 160 desa 33 kelurahan yang tersebar di 33 kecamatan dengan luas wilayah 2.670 km2. 

Mengunjungi Timor Tengah Utara kurang afdol bila tidak berfoto di depan rumah adat setempat yang kita kenal dengan sebutan Lopo.



Lopo merupakan warisan nenek moyang masyarakat Timor. Perkembangan pembangunan telah banyak dibangun rumah modern yang memiliki sirkulasi dan kamar-kamar namun tetap juga Lopo dibangun disebelahnya. atau di bagian belakang rumah baru. Di beberapa warga yang lain Lopo dibangun di depan rumah dengan kontruksi seperti gazebo untuk berkumpul dan sebagai lumbung padi. Lopo menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari budaya masyarakat Timor.

Desa Fatonino yang saya kunjungi letaknya bersebelahan dengan Negara Timor Leste   beruntung memiliki iklim yang lebih sejuk karena terletak di pegunungan.
Fatuneno merupakan desa yang pernah mendapatkan penghargaan sebagai juara ke dua lomba desa se Kabupaten TTU. Kepala Desa nyapun pernah berkesempatan untuk mendapatkan pelatihan Teknologi Tepat Guna di Yogyakarta.  Dalam kesempatan ngobrol Pak Kades bercerita kalau saat di Yogyakarta kemarin dijanjikan alat penggilingan  padi namun hingga bulan ke lima belum ada kabarnya. Sayangnya beliau lupa nama yang menjanjikan alat pertanian tersebut. Apresiasi saya sampaikan untuk beliau dan seluruh warga bahwa jauh dari keramaian Ibu Kota masih banyak cahampion-champion lokal yang seluruh hidupnya didedikasikan untuk masyarakat desa yang butuh tidak sekedar pendampingan dan pemberdayaan namun juga juga keikhlasan hati. 

Saat ini BUMDesa yang dibentuk warga desa  diharapkan mampu menjadi cikal bakal kesejahteraan desa yang lebih mandiri. Tidak lupa Pak Kades menyampaikan terimakasih bahwa tanpa lelah para Pendamping Desa selalu memberi dorongan. 
Desa Fatuneno sedang berproses dan 159 desa-desa lain di wilayah kering Kabupaten Timor Tengah Utara juga mencoba untuk mandiri sejahtera seperti halnya Fatuneno. Semoga tidak hanya Kementerian Desa PDTT yang acapkali mengunjungi namun juga pihak-pihak yang memiliki visi sama untuk merealisasikan desa-desa pinggiran maju mandiri. 

Saat kunjungan ke TTU sempat saya membaca artikel yang menyebutkan bahwa wilayah yang beriklim kering ini memiliki potensi menjadi daerah kaya raya bila dikembangkan tanaman kelor.Dan kebetulan pionir dari tanaman kelor tersebut kawan di jejaring Facebook Kang Dudi. Kalau membaca artikel bertahun 2015 dan sekarang tahun 2019 maka butuh banyak pihak untuk action agar di seluruh hamparan Bumi Pertiwi masyarakatnya dengan lantang menyanyikan lagu kegembiraan dan kebahagiaan yang nyata.

Terimakasih sahabat Tenaga Ahli dan Pendamping Desa yang bertugas di Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kepala Dinas beserta staf yang telah menerima kehadiran saya di bagian dari hamparan Nusantara. 24/9/2019



Tidak ada komentar:

Posting Komentar