DANA DESA yang nilainya tahun 2018 adalah 60 trilyun dan rata-rata desa menerima lebih kurang 800 juta pertahun adalah upaya NEGARA untuk memandirikan desa-desa di Tanah Air melalui suport finansial, ide dan gagasan pembangunan desa tidak akan maksimal tanpa adanya gelontoran dana sebagai faktor pendukung, begitu pula sebaliknya berlimpahnya anggaran tanpa peran serta masyarakat penggiat desa secara aktif semuanya akan sia-sia. Masyarakat Desa sebagai obyek penerima manfaat diharapkan proaktif dalam setiap aktifitas pembangunan dan mengikuti proses pendistribusian dana desa.
UU Nomor 6 Tahun 2014 yang didalamnya mengatur tentang kewenangan desa dalam membangun desanya harus disikapi dengan suka cita dan semangat untuk membangun, cerita 72 tahun masyarakat desa menjadi penonton pembangunan kini harus diubah mindsetnya menjadi masyarakat pembangun desa, masyarakat yang diberi kewenangan untuk merencanakan, melaksanakan dan berpartisipasi penuh dalam memanfaatkan Dana Desa.
Konsep yang disampaikan Prof. Ahmad Erani Yustika selaku Dirjen PKP
Kemendes PDTT pada beberapa kesempatan, bahwa membangun Desa dalam
konteks UU No 6 Tahun 2014 setidaknya mencakup upaya-upaya untuk
mengembangkan keberdayaan dan pembangunan masyarakat Desa di bidang
ekonomi, sosial dan kebudayaan. Konsep tersebut dikenal dengan istilah
“Lumbung Ekonomi Desa, Lingkar Budaya Desa, dan Jaring Wira Desa”.
Telah banyak desa-desa di Indonesia yang memanfaatkan dan mampu bangkit dari keterbelakangan dengan memanfaatkan Dana Desa sebagai pemicu pembangunan fisik dan ekonomi desa, namun juga tidak sedikit masyarakat yang belum beranjak dari paradigma lama bahwa pembangunan adalah urusan para petinggi dan orang dekat Kepala Desa yang mengetahui alur pemerintahan semata. Fenomena ini menjadikan Dana Desa hanya sebagai berkah sesaat untuk Kepala Desa tetapi tidak dirasakan oleh seluruh masyarakat yang sebenarnya kalau ini tidak ada kontrol dari masyarakat bahkan tidak menutup kemungkinan Dana Desa menjadi petaka bagi Kepala Desa karena keputusan tertinggi untuk urusan yang berkaitan dengan perencanaan pembangunan desa dan keuangan desa ada di Musyawarah Desa, forum yang disuka maupun tidak disuka merupakan forum tertinggi pengambil keputusan di desa. Masyarakat Desa baik perwakilan lingkungan mapun kelompok khusus dapat menyuarakan ide gagasan melalui forum tersebut. Intinya adalah pembangunan desa sekarang adalah juga tanggungjawab seluruh masyarakat Desa.
Tahun 2018 proses tahapan pencairan Dana Desa mengalami perubahan dibanding tahun sebelumnya yaitu yang sebelumnya dua tahap kini menjadi tiga tahap, 20%, 40% dan 40% dengan melalui arahan Presiden bahwa Dana Desa lebih difokuskan pada Padat Karya Tunai Mandiri untuk aktifitas yang berkaitan dengan Pembangunan Desa. Kegiatan-kegiatan fisik yang memerlukan tenaga kerja manusia atau tenaga mesin yang dapat dikonversikan dengan tenaga manusia harus melibatkan seluruh rakyat desa khususnya masyarakat pengangguran dan setengah pengangguran dengan ketentuan 30% HOK dari seluruh kegiatan pembangunan. Kebijakan ini dikandung maksud untuk meningkatkan daya beli masyarakat desa, memberikan dampak sistemik bagi kesejahteraan ekonomi dan mengurangi meningkatnya gizi buruk pada anak (stunting) yang menggejala di desa-desa yang masyarakatnya sedang mengalami kesulitan dalam hal pekerjaan dan keuangan. Kebijakan ini tidak hanya berlaku di daerah yang dikategorikan miskin namun berlaku untuk seluruh desa-desa yang menerima Dana Desa. Menteri Kemendesa PDTT pernah menyampaikan bahwa; “Jadi, nanti ada 30% dari dana desa periode 2018 atau sekitar Rp18
triliun yang digunakan untuk program padat karya. Kami harapkan dana
sebesar itu akan menyerap sekitar 5 juta -6,6 juta tenaga kerja.'
Peran kepedulian pemuka masyarakat, tokoh agama, tokoh politik dan guru serta para penggiat desa diperlukan agar Dana Desa benar-benar dapat memberikan manfaat bagi terciptanya kemandirian desa, kesejahteraan masyarakat desa yang tidak hanya berhenti di forum seminar dan pelatihan beribukali. Dibutuhkan champion lokal desa sebagai pendobrak stuasi mandeg dan itu dapat diperankan oleh kita, semua warga desa yang bangga negaranya memiliki warga bangsa yang berkualitas.
Hari ini masyarakat harus aktif bertanya tentang sejauh mana Dana Desa di desanya dipergunakan dan dimanfaatkan untuk pembangunan. Kalau segan bertanya kepada perangkat dan Kepala Desa dapat bertanya kepada pendamping desa, Camat atau Bupati yang tentu saja sedikit banyak harus mengetahui alur pencairan Dana Desa. Idealnya Dana Desa tahap pertama sudah cair untuk seluruh desa di Indonesia karena sudah memasuki tahap yang ke dua di tahun 2018. Dan tugas masyarakat untuk mendorong para tokoh yang berkopenten dengan Dana Desa di wilayahnya bila hingga hari ini Dana Desa di tahap pertama belum cair atau penyerapan 0%. Ini sangat disayangkan seandainya terjadi di desa Bapak Ibu karena telah ada desa-desa yang mampu mencairkan sejak beberapa bulan yang lalu dan bahkan telah melaksanakan program Padat Karya Tunai yang menjadi arahan Presiden Jokowi.
Tersedia Dana Desa sebagai pemicu pembangunan desa mengapa tidak segera dijemput untuk segera dimanfaatkan. Kelambanan menjemput Dana Desa samahalnya mendzolimi masyarakat desa yang seharusnya segera menerima manfaat.
Salam Berdesa dan fokus membangun dengan nafas integritas. Desa Berdikari Negara Mandiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar